
Pertanyaannya simpel, tapi bikin bingung: boleh nggak sih orang Kristen makan darah? Nah, ini bikin heboh banget debatnya. Gini nih, kalo darah tetep jadi tidak boleh buat dimakan, ini ngebikin banyak masalah:
- Misalnya, kalo kita masak anjing, biasanya kan gak disembelih, tapi langsung aja kepala dihantam. Jadi, darahnya masih bisa ada.
- Nah, orang yang suka berburu, biasanya langsung tembak binatangnya, jadi darahnya nggak bisa keluar semuanya.
- Terus, kalo lagi makan ikan atau steak yang masih setengah mateng, suka banget kan masih ada darahnya.
- Ada juga yang pas masak burung dara, gak usah ngambil darahnya lewat penyembelihan, cukup tutup hidung aja. Jadi, darahnya tetep ada di situ.
Jadi, apakah kita boleh makan makanan kayak gitu?
Sejalan dengan larangan makan darah, kelompok Saksi Yehuwa memperluas aturan ini untuk melarang transfusi darah, dengan alasan bahwa baik makan darah maupun transfusi darah, keduanya menghasilkan penyerapan darah ke dalam tubuh. Pendekatan untuk meragukan validitas aturan makan darah dalam konteks zaman sekarang akan secara implisit membuka pertanyaan tentang keabsahan argumen yang digunakan oleh kelompok ini.
Mari kita pertimbangkan beberapa ayat Alkitab yang sering kali dikutip dalam konteks larangan makan darah. Selain menegaskan larangan makan darah, ayat-ayat tersebut juga menghadirkan interpretasi yang membingungkan tentang maknanya yang sebenarnya.
Kej 9:4 – “Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
Bdk. Ul 12:23 – “Tetapi jagalah baik-baik, supaya jangan engkau memakan darahnya, sebab darah ialah nyawa, maka janganlah engkau memakan nyawa bersama-sama dengan daging”.
Bdk. Im 17:11 – “Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa”.
Ada 2 hal yang perlu dipersoalkan:
1) Apa maksudnya kalau dikatakan ‘darah ialah nyawa’?
2) Bolehkah kita sekarang makan darah?
- Apa maksudnya darah sama dengan nyawa?
Benar, dalam beberapa ayat seperti Kejadian 9:4 dan beberapa ayat lainnya, “darah” diidentikkan dengan “nyawa”. Namun, kita perlu memahami bahwa ini bukan berarti Alkitab secara harfiah mengajarkan bahwa “darah” adalah sama dengan “nyawa”. Lebih tepatnya, “darah” diidentikkan dengan “nyawa” karena darah yang mengalir dalam tubuh seseorang adalah sesuatu yang menunjukkan atau membuktikan kehidupan. Jika darah itu hilang, maka kehidupan berhenti atau nyawa terancam. Ini mencerminkan pemahaman kuno bahwa darah adalah simbol penting dari kehidupan manusia, bukan penafsiran harfiah tentang substansi atau materi dari kehidupan itu sendiri.
Dalam Word Biblical Commentary, dijelaskan bahwa mudah untuk melihat mengapa “darah” diidentikkan dengan “nyawa” karena jantung yang berdenyut dan denyut nadi yang kuat adalah bukti yang paling jelas dari kehidupan. Ini menunjukkan bahwa dalam pemahaman kuno, darah dianggap sebagai simbol kehidupan yang sangat kuat.
Sementara itu, dalam Barnes’ Notes, dijelaskan bahwa suatu makhluk hidup tetap hidup selama darah mengalir dalam pembuluh darahnya. Namun, pengeluaran darah sampai habis dari tubuh menjadi penyebab yang jelas dari kematian. Ini menegaskan kembali konsep bahwa darah adalah elemen vital yang mempertahankan kehidupan, dan kehilangannya dapat menyebabkan kematian.
Dalam Matius 27:4, Judas Iskariot mengakui dosanya atas penyerahan Yesus dengan mengatakan, “Aku telah berdosa karena menyerahkan DARAH orang yang tak bersalah.” Kemudian, dalam ayat 24, Pilatus mencuci tangannya di depan orang banyak dan berkata, “Aku tidak bersalah terhadap DARAH orang ini; itu urusan kamu sendiri!”
Dalam konteks ini, penggunaan kata “darah” secara simbolis merujuk pada nyawa atau kehidupan Yesus. Judas mengakui bahwa ia telah berdosa karena bertanggung jawab atas penyerahan Yesus, yang pada akhirnya mengarah pada pengorbanan nyawa-Nya. Demikian pula, Pilatus menggunakan istilah “darah” untuk menggambarkan kehidupan Yesus yang tak bersalah, dan dengan mencuci tangannya, ia mencoba untuk melepaskan diri dari tanggung jawab atas penghukuman yang akan terjadi.
Dalam teologi Kristen, prinsip bahwa “darah melambangkan nyawa” memiliki implikasi fundamental terkait dengan penebusan dosa. Di Perjanjian Lama, tindakan pengorbanan menggunakan darah binatang sebagai simbol pengganti kehidupan manusia yang seharusnya dihukum atas dosa-dosanya. Namun, dalam Perjanjian Baru, konsep ini mencapai puncaknya dalam pengorbanan yang tak tercela, yaitu darah Yesus Kristus. Dengan demikian, pengorbanan Kristus menjadi puncak kesempurnaan dalam menebus dosa manusia, menggantikan praktik pengorbanan binatang dalam Perjanjian Lama.
- Bolehkah sekarang kita makan darah ?
Pada zaman Adam, manusia hanya diizinkan untuk mengkonsumsi benda mati seperti tumbuhan, biji-bijian, dan buah-buahan, sesuai dengan yang dinyatakan dalam Kitab Kejadian 1:29, “Allah berfirman: ‘Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu’.”
Namun, setelah zaman Nuh dan keluar dari bahtera, Tuhan memperbolehkan manusia untuk mengkonsumsi juga binatang, seperti yang dinyatakan dalam Kitab Kejadian 9:3-4, “(3) Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau. (4) Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”.
Jika kita lihat dari catatan kitab suci, sejak zaman Nuh, Tuhan telah memberi izin bagi manusia untuk menyantap daging. Jadi, tidak sepantasnya bagi siapapun untuk menghambat orang lain yang ingin menikmati makanan daging dengan mengutip ayat Kejadian 1:29, yang jelas-jelas dianulir oleh ayat Kejadian 9:3. Selain itu, dalam konteks agama Kristen, sebenarnya tidak ada dasar untuk menganggap makan daging sebagai perbuatan yang salah, dosa, atau kejam, atau bahkan tidak menghargai kehidupan hewan.
Namun, jika Anda bertemu dengan seorang Kristen yang memiliki pandangan berbeda tentang konsumsi daging, penting untuk berbicara dengan cara yang terbuka dan penuh pengertian. Ini membantu dalam memahami perspektif mereka dan membangun kedekatan sebagai saudara seiman. Yang terpenting, marilah kita menghormati perbedaan pendapat dalam roh kasih dan saling pengertian.
perhatikan Rom 14:1-4 – “(1) Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. (2) Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. (3) Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu. (4) Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri”.
Lantas bagaimana dengan ayat Kej 9:4 “Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya, janganlah kamu makan”. ? teks ini kelihatan melarang manusia makan darah.
Apakah benar bahwa ayat ini melarang konsumsi darah? Jika iya, apakah larangan tersebut, yang juga ditemukan dalam ayat-ayat lain di Perjanjian Lama, masih relevan di era modern ini? Terdapat perdebatan yang sangat intens terkait jawaban dari kedua pertanyaan tersebut.
- Kelompok yang setuju bahwa jaman sekarang larangan tersebut masih berlaku, argumentasinya sbb:
- Terdapat banyak ayat dalam Hukum Musa (PL) yang melarang makan darah
Ima 7:26,27 – “(26) Demikian juga janganlah kamu memakan darah apapun di segala tempat kediamanmu, baik darah burung-burung ataupun darah hewan. (27) Setiap orang yang memakan darah apapun, nyawa orang itu haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.’”.
- Ima 17:10-14 – “(10) ‘Setiap orang dari bangsa Israel dan dari orang asing yang tinggal di tengah-tengah mereka, yang makan darah apapun juga Aku sendiri akan menentang dia dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya. (11) Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa. (12) Itulah sebabnya Aku berfirman kepada orang Israel: Seorangpun di antaramu janganlah makan darah. Demikian juga orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu tidak boleh makan darah. (13) Setiap orang dari orang Israel dan dari orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu, yang menangkap dalam perburuan seekor binatang atau burung yang boleh dimakan, haruslah mencurahkan darahnya, lalu menimbunnya dengan tanah. (14) Karena darah itulah nyawa segala makhluk. Sebab itu Aku telah berfirman kepada orang Israel: Darah makhluk apapun janganlah kamu makan, karena darah itulah nyawa segala makhluk: setiap orang yang memakannya haruslah dilenyapkan”.
- Ima 19:26a – “Janganlah kamu makan sesuatu yang darahnya masih ada”.
- Ul 12:15-16 – “(15) Tetapi engkau boleh menyembelih dan memakan daging sesuka hatimu, sesuai dengan berkat TUHAN, Allahmu, yang diberikanNya kepadamu di segala tempatmu. Orang najis ataupun orang tahir boleh memakannya, seperti juga daging kijang atau daging rusa; (16) hanya darahnya janganlah kaumakan, tetapi harus kaucurahkan ke bumi seperti air”.
- Ul 12:23-25 – “(23) Tetapi jagalah baik-baik, supaya jangan engkau memakan darahnya, sebab darah ialah nyawa, maka janganlah engkau memakan nyawa bersama-sama dengan daging. (24) Janganlah engkau memakannya; engkau harus mencurahkannya ke bumi seperti air. (25) Janganlah engkau memakannya, supaya baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian, apabila engkau melakukan apa yang benar di mata TUHAN”.
- Ul 15:23 – “Hanya darahnya janganlah kaumakan; haruslah kaucurahkan ke tanah seperti air.’.
- 1Sam 14:31-34 – “(31) Dan pada hari itu mereka memukul kalah orang Filistin dari Mikhmas sampai ke Ayalon. Rakyat sudah sangat letih lesu, (32) sebab itu rakyat menyambar jarahan; mereka mengambil kambing domba, lembu dan anak lembu, menyembelihnya begitu saja di atas tanah, dan memakannya dengan darahnya. (33) Lalu diberitahukanlah kepada Saul, demikian: ‘Lihat, rakyat berdosa terhadap TUHAN dengan memakannya dengan darahnya.’ Dan ia berkata: ‘Kamu berbuat khianat; gulingkanlah sekarang juga sebuah batu besar ke mari.’ (34) Kata Saul pula: ‘Berserak-seraklah di antara rakyat dan katakan kepada mereka: Setiap orang harus membawa lembunya atau dombanya kepadaku; sembelihlah itu di sini, maka kamu boleh memakannya. Tetapi janganlah berdosa terhadap TUHAN dengan memakannya dengan darahnya.’ Lalu setiap orang dari seluruh rakyat membawa serta pada malam itu lembunya, dan mereka menyembelihnya di sana”.
Catatan: Meskipun disebutkan “darah apapun”, namun dalam rincian yang diberikan tidak pernah disebutkan secara spesifik mengenai “darah ikan”. Ketika kita memancing atau menangkap ikan, dan ikan tersebut segera mati, sulit bagi kita untuk mengeluarkan darahnya. Apakah pada saat itu darah ikan diizinkan untuk dikonsumsi, atau apakah ikan termasuk dalam kategori “apapun” yang tetap dilarang, saya tidak tahu. Masalah mengenai keharusan mengeluarkan darah ini juga muncul saat seseorang berburu. Jika seseorang memanah binatang buruan dan binatang itu langsung mati, bagaimana caranya mengeluarkan darahnya?
- Kejadian 9:4 bukanlah bagian dari hukum upacara (ceremonial law), karena pada waktu itu hukum upacara belum ada. Ayat ini lebih berkaitan dengan aturan hidup sehari-hari, bukan dengan upacara keagamaan.
- Terdapat juga ayat-ayat yang melarang makan darah dalam PB yaitu Kis 15:20,29 Kis 21:25
Kis 15:20,29 – “(20) tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. … (29) kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat.’”.
Kis 21:25 – “Tetapi mengenai bangsa-bangsa lain, yang telah menjadi percaya, sudah kami tuliskan keputusan-keputusan kami, yaitu mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan.”
Ayat-ayat ini sering digunakan oleh mereka yang menentang konsumsi darah sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dalam Perjanjian Baru pun, orang Kristen dilarang makan darah.
- Kelompok yang mengatakan bahwa larangan makan darah sudah tidak relevan dan tidak berlaku , adapun argumentasinya sebagai berikut:
Larangan makan darah dalam Taurat Musa telah dihapuskan dengan dua alasan penting:
- Penebusan dosa dalam Perjanjian Lama melalui pengorbanan binatang menggunakan darah, merupakan representasi dari penebusan dosa melalui darah Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru.
Ketika kita melihat larangan makan darah yang tercantum dalam banyak ayat dalam Taurat Musa, hal yang penting untuk dipertanyakan adalah mengapa darah dilarang untuk dikonsumsi dalam hukum Taurat Musa?
Wycliffe Bible Commentary tentang Ima 17:11: “Neither the Hebrew nor the resident foreigner was to eat any manner of blood. The reasons are given in Lev 17:11. The first was that it was the fluid which carried life through the body, and thus it represented the life or soul (NEPESH) of the animal. The second was actually the primary reason, with the first simply forming the foundation for the second: Atonement for sins was made by the sacrifice of animals, by offering the life of the animal as a substitution for one’s own life; the shedding of blood as the fluid of life was the offering of that portion which most clearly set forth the atonement picture” [= Baik orang Ibrani ataupun orang asing yang tinggal di sana tidak boleh memakan darah dengan cara apapun. Alasannya diberikan dalam Ima 17:11. Yang pertama adalah bahwa itu merupakan cairan yang membawa kehidupan / nyawa melalui tubuh, dan dengan demikian itu menggambarkan kehidupan / nyawa atau jiwa (NEPESH) dari binatang. Yang kedua sebetulnya merupakan alasan yang terutama, dengan yang pertama hanya membentuk fondasi untuk yang kedua: Penebusan dosa dibuat dengan pengorbanan binatang, dengan mempersembahkan kehidupan / nyawa dari binatang sebagai suatu pengganti dari kehidupan / nyawa kita sendiri; pencurahan dari darah sebagai cairan kehidupan / nyawa merupakan persembahan dari bagian itu yang secara paling jelas menyatakan gambaran penebusan].
Im 17:11-12 – “(10) ‘Setiap orang dari bangsa Israel dan dari orang asing yang tinggal di tengah-tengah mereka, yang makan darah apapun juga Aku sendiri akan menentang dia dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya. (11) Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa”.
Ayat 10 secara tegas melarang makan darah, dengan ancaman hukuman mati. Ayat 11 kemudian memberikan alasan mengapa Allah melarang manusia untuk mengonsumsi darah pada zaman Musa. Ayat tersebut menyatakan bahwa “nyawa makhluk ada dalam darahnya” (artinya telah dijelaskan sebelumnya dalam pelajaran ini), dan darah digunakan sebagai pendamaian atau penebusan. Oleh karena itu, darah bukanlah untuk dikonsumsi manusia, tetapi harus dipersembahkan kepada Allah.
Keil & Delitzsch tentang Ima 17:11: “God appointed the blood for the altar, as containing the soul of the animal, to be the medium of expiation for the souls of men, and therefore prohibited its being used as food” (= Allah menetapkan darah untuk mezbah, sebagai mencakup jiwa dari binatang, untuk menjadi perantara dari penebusan untuk jiwa-jiwa manusia, dan karena itu melarang penggunaannya sebagai makanan).
Matthew Henry tentang Ul 12: “When they could not bring the blood to the altar, to pour it out there before the Lord, as belonging to him, they must pour it out upon the earth, as not belonging to them, because it was the life, and therefore, as an acknowledgment, belonged to him who gives life, and, as an atonement, belonged to him to whom life is forfeited” (= Pada waktu mereka tidak bisa membawa darah kepada mezbah, untuk mencurahkannya di sana di hadapan Tuhan, sebagai kepunyaanNya, mereka harus mencurahkannya di bumi, sebagai bukan kepunyaan mereka, karena itu adalah kehidupan / nyawa, dan karena itu, sebagai suatu pengakuan, bahwa itu adalah kepunyaan Dia yang memberikan nyawa / kehidupan, dan, sebagai suatu penebusan, merupakan kepunyaanNya bagi siapa nyawa / kehidupan dikorbankan).
Saya ingin memberikan komentar mengenai pernyataan Matthew Henry ini. Menurut pandangan saya, jika alasan di balik larangan makan darah adalah untuk mengakui bahwa Allah adalah pemberi kehidupan, maka larangan tersebut seharusnya berlaku secara abadi. Namun, saya tidak setuju dengan alasan ini.
Saya berpendapat bahwa satu-satunya alasan mengapa ada larangan makan darah adalah karena darah digunakan dalam penebusan (Imamat 17:11), dan menjadi representasi dari penebusan melalui darah Yesus Kristus (Yohanes 1:29, 1 Petrus 1:19, Ibrani 9:1-10:22).
Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa semua representasi penebusan (TYPE) berakhir ketika penebusan sejati (ANTI-TYPE) datang. Oleh karena itu, sejak Yesus mati di atas kayu salib dan darah-Nya dicurahkan untuk menebus dosa umat manusia, darah binatang bukan lagi menjadi alat penebusan dosa. Oleh karena itu, larangan makan darah binatang juga harus dihapuskan.
- Larangan makan darah merupakan bagian dari hukum upacara keagamaan yang sudah tidak berlaku sejak kematian dan kebangkitan Kristus.
Bukti bahwa hukum upacara keagamaan tidak berlaku lagi sejak kematian Yesus Kristus di atas kayu salib terlihat dari:
- Sobeknya tirai pemisah dalam Bait Allah, yang memisahkan Ruang Suci dan Ruang Maha Suci (Matius 27:51), menunjukkan bahwa Allah telah menghapuskan Bait Allah beserta semua imam, upacara, dan hukum-hukumnya.
Bdk. Ibr 10:19-21 – “(19) Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, (20) karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri, (21) dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah”.
- Tidak ada lagi kewajiban sunat dalam Perjanjian Baru (Kisah Para Rasul 15:1-dst, Galatia 2:3-5, Galatia 5:6, Galatia 6:12-15), karena kewajiban sunat juga termasuk dalam hukum upacara keagamaan.
- Kis 10:9-16 – “(9) Keesokan harinya ketika ketiga orang itu berada dalam perjalanan dan sudah dekat kota Yope, kira-kira pukul dua belas tengah hari, naiklah Petrus ke atas rumah untuk berdoa. (10) Ia merasa lapar dan ingin makan, tetapi sementara makanan disediakan, tiba-tiba rohnya diliputi kuasa ilahi. (11) Tampak olehnya langit terbuka dan turunlah suatu benda berbentuk kain lebar yang bergantung pada keempat sudutnya, yang diturunkan ke tanah. (12) Di dalamnya terdapat pelbagai jenis binatang berkaki empat, binatang menjalar dan burung. (13) Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata: ‘Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!’ (14) Tetapi Petrus menjawab: ‘Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir.’ (15) Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang berkata kepadanya: ‘Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.’ (16) Hal ini terjadi sampai tiga kali dan segera sesudah itu terangkatlah benda itu ke langit”.
Apakah Kisah Para Rasul 10, di mana Petrus disuruh menyembelih dan makan binatang-binatang yang sebelumnya dianggap tidak tahir menurut hukum Taurat Musa, menunjukkan bahwa hukum upacara telah dihapuskan? Meskipun makna utama dari penglihatan tersebut adalah untuk tidak menganggap orang non-Yahudi sebagai najis atau tidak dapat diselamatkan, serta pentingnya memberitakan Injil kepada mereka, teks ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk berpendapat bahwa larangan makan binatang haram, yang termasuk dalam hukum upacara, telah dibatalkan, sehingga orang Kristen boleh makan daging binatang apapun.
- Ef 2:15 – “sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”.
Jadi, dalam konteks hukum moral (seperti Sepuluh Hukum Tuhan), berlaku prinsip yang tercantum dalam Matius 5:17-19, yang menunjukkan bahwa hukum-hukum tersebut tetap berlaku secara abadi. Namun, dalam konteks hukum upacara, berlaku prinsip yang terdapat dalam Efesus 2:15, yang menunjukkan bahwa hukum-hukum tersebut telah dihapuskan dengan kematian Kristus.
- Ayat-ayat dalam surat Ibrani seperti:
Ibr 8:7,13 – “(7) Sebab, sekiranya perjanjian yang pertama itu tidak bercacat, tidak akan dicari lagi tempat untuk yang kedua. … (13) Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya”.
* Ibr 9:1-14 – “(1) Memang perjanjian yang pertama juga mempunyai peraturan-peraturan untuk ibadah dan untuk tempat kudus buatan tangan manusia. (2) Sebab ada dipersiapkan suatu kemah, yaitu bagian yang paling depan dan di situ terdapat kaki dian dan meja dengan roti sajian. Bagian ini disebut tempat yang kudus. (3) Di belakang tirai yang kedua terdapat suatu kemah lagi yang disebut tempat yang maha kudus. (4) Di situ terdapat mezbah pembakaran ukupan dari emas, dan tabut perjanjian, yang seluruhnya disalut dengan emas; di dalam tabut perjanjian itu tersimpan buli-buli emas berisi manna, tongkat Harun yang pernah bertunas dan loh-loh batu yang bertuliskan perjanjian, (5) dan di atasnya kedua kerub kemuliaan yang menaungi tutup pendamaian. Tetapi hal ini tidak dapat kita bicarakan sekarang secara terperinci. (6) Demikianlah caranya tempat yang kudus itu diatur. Maka imam-imam senantiasa masuk ke dalam kemah yang paling depan itu untuk melakukan ibadah mereka, (7) tetapi ke dalam kemah yang kedua hanya Imam Besar saja yang masuk sekali setahun, dan harus dengan darah yang ia persembahkan karena dirinya sendiri dan karena pelanggaran-pelanggaran, yang dibuat oleh umatnya dengan tidak sadar. (8) Dengan ini Roh Kudus menyatakan, bahwa jalan ke tempat yang kudus itu belum terbuka, selama kemah yang pertama itu masih ada. (9) Itu adalah kiasan masa sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan yang tidak dapat menyempurnakan mereka yang mempersembahkannya menurut hati nurani mereka, (10) karena semuanya itu, di samping makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, hanyalah peraturan-peraturan untuk hidup insani, yang hanya berlaku sampai tibanya waktu pembaharuan. (11) Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, – artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, – (12) dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darahNya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal. (13) Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, (14) betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup”.
* Ibr 10:1-14 – “(1) Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan korban yang sama, yang setiap tahun terus-menerus dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin menyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian di dalamnya. (2) Sebab jika hal itu mungkin, pasti orang tidak mempersembahkan korban lagi, sebab mereka yang melakukan ibadah itu tidak sadar lagi akan dosa setelah disucikan sekali untuk selama-lamanya. (3) Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang diperingatkan akan adanya dosa. (4) Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa. (5) Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: ‘Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki – tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku -. (6) Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan. (7) Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendakMu, ya AllahKu.’ (8) Di atas Ia berkata: ‘Korban dan persembahan, korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak berkenan kepadanya’ – meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat -. (9) Dan kemudian kataNya: ‘Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendakMu.’ Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua. (10) Dan karena kehendakNya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. (11) Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. (12) Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, (13) dan sekarang Ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuhNya akan dijadikan tumpuan kakiNya. (14) Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan”.
Jika ada orang yang masih berpendapat bahwa larangan makan darah dalam hukum Taurat Musa (hukum upacara) masih berlaku, maka:
- Orang tersebut juga harus berpendapat bahwa konsumsi binatang-binatang yang dianggap haram, seperti yang disebutkan dalam Imamat 11, juga masih dilarang di era ini.
- Orang tersebut juga harus berpendapat bahwa konsumsi lemak juga masih dilarang di era ini. Perlu diingat, selain larangan makan darah, hukum Taurat Musa juga sangat menekankan larangan memakan lemak. Ini tentu saja bisa membuat bingung, karena setiap kali kita makan daging apapun, selalu ada kemungkinan ada lemaknya.
Kesimpulan
Ada beberapa alasan lain yang diajukan oleh beberapa penafsir tentang mengapa Allah melarang makan darah dalam Kejadian 9:4, namun saya tidak dapat menerima alasan-alasan tersebut.
Misalnya:
- Allah melarang manusia makan darah karena dianggap biadab untuk memakan daging dan darah/nyawa sekaligus – Calvin.
- Allah melarang manusia makan darah untuk membuat manusia menjadi lebih lembut (gentle) – Calvin.
- Jika manusia tidak dilarang makan darah binatang, mereka akan menjadi tidak berhati-hati dengan darah manusia – Calvin.
- Allah melarang manusia makan darah, agar manusia menghormati kehidupan dan menghormati Allah sebagai pemberi kehidupan – Word Biblical Commentary.
- Allah melarang manusia makan darah, karena ini adalah makanan yang tidak sehat – Adam Clarke, Matthew Henry, Albert Barnes.
Jika alasan-alasan ini benar, maka larangan makan darah seharusnya berlaku selamanya. Akan sangat aneh jika dalam Perjanjian Baru, Allah akhirnya mengizinkan manusia makan darah binatang. Namun, kenyataannya dalam Perjanjian Baru ada banyak ayat yang jelas mengizinkan orang Kristen makan segala jenis makanan.
Ayat-ayat Perjanjian Baru mengijinkan makan segala sesuatu.
Mark 7:19 – “karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?’ Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal”.
Catatan: Namun, bagian yang saya garis bawahi tersebut tidak terdapat dalam banyak naskah kuno, dan oleh karena itu, keasliannya menjadi perdebatan. Selain itu, terjemahannya juga tidak seragam di antara berbagai versi.
Wycliffe Bible Commentary: “Jesus, by his explanation in Mark 7:18-19, declared all food to be ‘clean.’ He set aside the Levitical distinction between the clean and unclean (cf. Acts 10:14-15).” [= Yesus, dengan penjelasannya dalam Mark 7:18-19, menyatakan semua makanan sebagai ‘bersih’ / ‘tahir’. Ia mengesampingkan pembedaan Imamat antara ‘tahir’ dan ‘najis’ (bdk. Kis 10:14-15)].
Catatan: Saya tidak setuju dengan pernyataan bahwa pada saat itu Yesus sudah mengesampingkan hukum upacara dalam kitab Imamat tersebut. Hukum upacara baru dihapuskan saat Yesus mati di salib (Efesus 2:15). Di sini, Yesus hanya menekankan bahwa sebenarnya makanan tidak dapat menjadikan kita najis. Tuhan melarang banyak jenis makanan dalam kitab Imamat karena ada maksud dan makna tertentu di balik larangannya, bukan karena makanan tersebut benar-benar dapat menjadikan kita najis.
Rom 14:14 – “Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis”.
Adam Clarke: “he now expresses himself fully, and tells them that nothing is unclean of itself, and that he has the inspiration and authority of Jesus Christ to say so” (= sekarang ia menyatakan dirinya sendiri sepenuhnya, dan memberitahu mereka bahwa tidak ada apapun yang najis dari dirinya sendiri, dan bahwa ia mempunyai ilham dan otoritas dari Yesus Kristus untuk mengatakan demikian).
Wycliffe Bible Commentary: “In verse 14 the apostle shows that he sides with the stronger Christian. He knows that nothing is unclean of itself” (= Dalam ay 14 sang rasul menunjukkan bahwa ia berpihak kepada orang Kristen yang kuat).
Catatan: Istilah “orang Kristen yang kuat” terkait dengan Roma 14:2, di mana dikatakan, “Orang yang kuat imannya yakin bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran.”
“Orang yang lemah imannya” menganggap bahwa mereka hanya boleh makan sayur-sayuran dan tidak boleh makan daging. Sebaliknya, “orang Kristen yang kuat” adalah mereka yang meyakini bahwa mereka boleh makan segala jenis makanan.
Rom 14:17 – “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus”.
Matthew Henry: “It is not meat and drink: it does not consist either in using or in abstaining from such and such meats and drinks. Christianity gives no rule in that case, either in one way or another” (= Itu bukanlah persoalan makanan dan minuman: itu tidak mencakup baik dalam penggunaan atau dalam penolakan / pantang dari makanan dan minuman ini atau itu. Kekristenan tidak memberikan peraturan dalam hal itu, dengan satu cara atau yang lain).
Baca juga ayat-ayat di PB 1Kor 8:8-13 , 1 Kor 10:25-33 , Kol 2:16-23 , 1 Tim 4:1-5
Bagaimana dengan ayat-ayat PB yang melarang makan darah (Kis 15:20,29 dan Kis 21:25)
Kis 15:20,29 – (20) tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. … (29) kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu berbuat baik. Sekianlah, selamat.
Kis 21:25 – Tetapi mengenai bangsa-bangsa lain, yang telah menjadi percaya, sudah kami tuliskan keputusan-keputusan kami, yaitu mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan.
Catatan: Kisah Para Rasul 21:25 diambil dari Kisah Para Rasul 15:20,29. Oleh karena itu, kita akan fokus hanya pada Kisah Para Rasul 15:20,29.
Latar belakang dari teks ini adalah konflik antara Paulus dan Barnabas di satu sisi, dengan orang-orang Yahudi Kristen di sisi lainnya.
Kis 15:1-2 – (1) Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ (2) Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu
Hal ini akhirnya memicu terjadinya sidang gereja di Yerusalem. Dalam perundingan untuk mencapai kesepakatan tentang siapa yang benar, Yakobus kemudian memberikan pandangannya yang akhirnya diterima sebagai keputusan sidang.
Kis 15:13-21 – (13) Setelah Paulus dan Barnabas selesai berbicara, berkatalah Yakobus: ‘Hai saudara-saudara, dengarkanlah aku: (14) Simon telah menceriterakan, bahwa sejak semula Allah menunjukkan rahmatNya kepada bangsa-bangsa lain, yaitu dengan memilih suatu umat dari antara mereka bagi namaNya. (15) Hal itu sesuai dengan ucapan-ucapan para nabi seperti yang tertulis: (16) Kemudian Aku akan kembali dan membangunkan kembali pondok Daud yang telah roboh, dan reruntuhannya akan Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan, (17) supaya semua orang lain mencari Tuhan dan segala bangsa yang tidak mengenal Allah, yang Kusebut milikKu demikianlah firman Tuhan yang melakukan semuanya ini, (18) yang telah diketahui dari sejak semula. (19) Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, (20) tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. (21) Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan di tiap-tiap kota, dan sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat.
Inti dari pandangan Yakobus adalah:
- Ia mendukung Petrus dengan merujuk pada ayat-ayat dari Kitab Suci / Perjanjian Lama. Ayat 15-18 yang ia kutip dari Amos 9:11-12 (meskipun tidak dikutip secara harfiah), meramalkan bahwa orang-orang non-Yahudi akan menjadi milik Tuhan.
- Ayat 19: Ia berpendapat bahwa mereka seharusnya tidak memberikan kesulitan kepada orang-orang non-Yahudi yang menjadi Kristen (dengan menuntut sunat, dll). Ini sejalan dengan perkataan Petrus dalam sidang yang sama, yaitu dalam Kisah Para Rasul 15:10 – “Jadi, mengapa kalian mencoba mencobai Allah dengan menempatkan kuk di leher murid-muridNya yang tidak dapat dipikul oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri?”.
- Ayat 20-21: Ia mengusulkan ada larangan terhadap empat hal, yaitu makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala, percabulan, daging binatang yang mati dicekik, dan darah. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah: Ini bukan persyaratan untuk keselamatan, tetapi hanya dianggap sebagai ‘perbuatan baik’ (ayat 29b).
Bdk. Kis 15:29 – “kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan. Jikalau kamu memelihara diri dari hal-hal ini, kamu BERBUAT BAIK. Sekianlah, selamat.”
Tetapi mengapa Yakobus memilih empat hal ini?
- Percabulan: Hal ini umum terjadi di kalangan orang non-Yahudi karena sering terkait dengan praktik agama pagan, sehingga dianggap tidak benar. Oleh karena itu, hal ini perlu ditekankan secara khusus.
- Larangan makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala, daging binatang yang mati lemas/dicekik, dan darah. Mengapa ini dilarang? Alasannya dapat ditemukan dalam Kisah Para Rasul 15:21 – “Sebab sejak zaman dahulu, hukum Musa telah dipublikasikan di setiap kota dan setiap hari Sabat dibacakan di rumah-rumah ibadat.” Pemberitaan dan pembacaan terus-menerus dari hukum Taurat, yang jelas mencakup larangan makan darah dan sejenisnya, membuat orang Yahudi merasa jijik terhadap praktik tersebut. Orang-orang Yahudi Kristen membutuhkan waktu untuk memahami dan menerima bahwa hukum upacara telah dihapuskan. Sebelum hal ini terjadi, mereka akan tetap merasa jijik terhadap orang yang makan hal-hal tersebut. Untuk menjaga hubungan yang baik antara orang Yahudi dan non-Yahudi, disarankan agar orang non-Yahudi tidak mengonsumsi makanan yang dianggap menjijikkan bagi orang Yahudi. Jadi, jelas bahwa larangan ini hanya berlaku untuk situasi tersebut, dan tidak berlaku bagi kita pada zaman ini.
Ini adalah penerapan dari kata-kata Paulus dalam 1 Korintus 9:19-23 – “(19) Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba bagi semua orang, supaya aku dapat memenangkan sebanyak mungkin orang. (20) Bagi orang Yahudi, aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku dapat memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, aku menjadi seperti mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. (21) Bagi mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, aku menjadi seperti mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat. (22) Bagi mereka yang lemah, aku menjadi seperti mereka yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang, aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku dapat menyelamatkan beberapa orang di antara mereka. (23) Segala sesuatu yang aku lakukan, aku lakukan karena Injil, supaya aku dapat berbagi dalam berita baik tersebut.
Wycliffe Bible Commentary: “This decree was issued to the Gentile churches not as a means of salvation but as a basis for fellowship, in the spirit of Paul’s exhortation that those who were strong in faith should be willing to restrict their liberty in such matters rather than offend the weaker brother (Rom 14:1-23; 1 Cor 8:1-13).” [= Ketetapan ini dikeluarkan / diberikan kepada gereja-gereja non Yahudi bukan sebagai jalan keselamatan, tetapi sebagai dasar dari persekutuan, dalam roh / arti / inti dari nasehat Paulus bahwa mereka yang kuat dalam iman harus mau membatasi kebebasan mereka dalam hal-hal ini dari pada menyandungi / menyakiti hati saudara yang lebih lemah (Ro 14:1-23; 1Kor 8:1-13)].
Satu hal yang perlu ditambahkan adalah: Jika kesimpulan ditarik berdasarkan ayat-ayat dalam Kisah Para Rasul bahwa larangan makan darah masih berlaku hingga saat ini, maka konsekuensinya adalah bahwa makan daging yang dipersembahkan kepada berhala juga harus dilarang pada zaman ini. Namun, ini jelas tidak benar, karena dalam 1 Korintus 8 dan 1 Korintus 10, terlihat bahwa makan daging yang dipersembahkan kepada berhala sebenarnya diperbolehkan (lihat ayat-ayat yang telah dikutip sebelumnya). Ketika kita dilarang makan dalam situasi tertentu, itu bukan karena daging itu sendiri, tetapi untuk menghindari menjerumuskan orang lain ke dalam dosa (Pulpit Commentary, halaman 140)
Saya pribadi memiliki pandangan bahwa pada zaman sekarang larangan makan darah sudah tidak berlaku dan orang yang memakan darah tidaklah berdosa.
Namun, jika ada orang yang memegang keyakinan bahwa mereka tidak boleh mengonsumsi darah, sebaiknya mereka menghormati keyakinan mereka dan tidak mengonsumsinya. Saya juga pribadi tidak mengonsumsi darah, bukan karena takut akan dosa, tetapi lebih karena pertimbangan kesehatan.
Bdk. Ro 14:14,22,23 – “(14) Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. … (22) Berpeganglah pada keyakinan yang engkau miliki itu, bagi dirimu sendiri di hadapan Allah. Berbahagialah dia, yang tidak menghukum dirinya sendiri dalam apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. (23) Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa”.
Tuhan Yesus memberkati… Amin.